Gajian Saya Lebih dari Satu Kali !

Senin, 18 Agustus 2014

Universitas Terbuka

Padu Padan Teknologi, Keterbukaan dan Pengawasan
"...niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat..." (Q.S. Al Mujadalah : 11)

Lanjut kuliah atau bekerja dulu ya? Itulah pertanyaan mainstream  yang kerap melekat di benak para calon lulusan sekolah menengah atas. Kegalauan yang merebak dimana-mana kala ujian nasional berakhir dan pengumuman kelulusan tinggal menghitung jari. Tidak seperti lulusan dari sekolah menengah kejuruan yang sedari awal memang disiapkan secara mental untuk bekerja setelah lulus. Umumnya lulusan SMA banyak yang melanjutkan kuliah baik yang murni dan sesuai dengan pilihannya maupun yang asal masuk dan ketampung biar tidak disangka pengangguran. Tapi tahukah kalau ternyata pengangguran terbuka di Indonesia ini masih cukup tinggi? 

Menurut data dari BPS, di tahun 2012 angka pengangguran terbuka untuk usia produktif 15-24 tahun saja sebesar  15,24 naik 0,8 dari tahun 2011 yang hanya sebesar 14,40. Di usia ini, seharusnya generasi muda melanjutkan pendidikannya ke tingkat atas. Baik dengan kuliah maupun kursus yang setidaknya akan memberikan nilai tambah ketrampilan sehingga menunjang kemampuannya untuk mendapatkan pekerjaan di masa depan. Tapi, lagi-lagi jika kita berbicara mengenai pendidikan di negeri ini, tidak akan terlepas dari kendala yang senantiasa hadir dan menjadi penghalang pemerataan pendidikan di negara tercinta ini. Mulai dari akses, biaya termasuk dilema untuk membantu keluarga dengan bekerja. Apalagi di pelosok daerah yang notabene jauh dari pantauan pusat. Jangankan untuk niat melanjutkan ke pendidikan tinggi seperti kuliah. Untuk wajib belajar saja mungkin masih banyak yang terkatung-katung dan masa bodoh, toh pada akhirnya mencari uang adalah tujuan utama untuk bertahan hidup.

Terlepas dari masih belum sempurnanya wajar (wajib belajar) di beberapa titik di daerah dan pilihan bekerja setelah lulus SMA, keinginan melanjutkan ke perguruan tinggi juga terhambat dengan ketidakflexibelan jam belajar yang mungkin harus mengorbankan jam seseorang untuk mencari penghasilan. Semakin seseorang berkutat dengan pekerjaan semakin sulit ia dalam membagi badan di dua tempat jika harus belajar dan kuliah secara reguler. Kuliah sabtu minggu untuk karyawan pun tidak selalu menjadi solusi efektif untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan. Alih-alih mendapat pengetahuan baru, tujuan seseorang melanjutkan kuliah pun mungkin tidak lebih dari sekedar menambah titel di nama mereka agar mendapatkan kenaikan gaji atau pangkat. Belum lagi untuk para pencari ilmu yang sudah kena deadline, malot (mahasiswa kolot) yang usianya jauh di atas usia mahasiswa yang seharusnya ada dalam satu angkatan.

Baiklah, mari kesampingkan semua kemungkinan motif yang hadir bagi seseorang dalam melanjutkan pendidikannya. Intinya tetap saja seseorang yang sungguh-sungguh dan mau untuk belajar pastinya akan berbeda dengan orang yang masih stagnan di tempat yang sama. Karena kesuksesan itu dirintis dengan karakter dan karakter itu dibentuk dengan pendidikan. 

Nah, merujuk dari berbagai hal itulah dicarilah sebuah solusi cerdas yang juga memihak para pencari ilmu yang sedang kesulitan membagi badan di dua tempat dan tidak mau atau tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Dibentuknya Universitas Terbuka (UT) pada tanggal 4 September 1984, memberikan angin segar bagi para pencari ilmu. Karena baik yang di pelosok daerah, sibuk ataupun usianya sudah tidak memenuhi syarat lagi jika harus kuliah di tempat reguler semua bisa dilakukan di UT.
       sumber: simply-sunday.blogspot.com
       Gambar dalam bentuk 3D bisa dilihat di http://www.ut.ac.id/unit/3d/ (untuk yang sudah terinstall Google Earth plug-in). 

Universitas Terbuka (UT) dan Teknologi

Universitas Terbuka ini dulu lebih dikenal dengan sebutan kuliah jarak jauh. Kepeloporan kuliah ini sebetulnya bukan hal baru lagi di bidang pendidikan. Awal dari kuliah jarak jauh ini sudah ada sejak seratus tahun yang lalu di Eropa dalam bentuk korespondensi (http://www.westga.edu/~distance/ojdla/fall53/valentine53.html). Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi, pendidikan pun mengalami penyesuaian agar bisa mengiringi kemajuannya dan memanfaatkan teknologi sebagai salah satu alat penyampaiannya. Jika di kuliah reguler, mahasiswanya datang dan bertatap muka setiap saat dan kelihatan statusnya sebagai mahasiswa, maka di UT bisa dikatakan mahasiswanya antara ada dan tiada. Dosennya pun tidak berdiri di depan kelas setiap saat. Awalnya sangat ganjil memang, namun sangat flexibel. Kita tidak akan pusing tujuh keliling dengan jam kelas dan pakaian yang harus dikenakan (umumnya wanita sangat concern sama penampilan). Tambah lagi biaya irit, karena ongkos pulang pergi kuliah hampir no cost alias ga ada biaya. Semua bahan ajar terbagi dua jenis : diberikan dalam bentuk softcopy yang dikirim via web maupun email pribadi ada juga yang berupa modul. Contohnya bisa dilihat di salah satu koleksi pustaka ut http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/ebook/283/283.html.

Saya sendiri sesungguhnya sangat menyayangkan keputusan saya berhenti dari UT waktu itu karena ingin fokus di seleksi ikatan dinas. Namun ya, setidaknya saat ini saya masih menomorsatukan UT dibandingkan harus main masuk kuliah saja walaupun swasta. Tahukah kalau kita mengajukan lamaran beasiswa ke luar negeri, UT lebih diunggulkan dibanding universitas swasta? Karena di luar negeri,  UT dianggap mampu mencetak orang yang berkomitmen tinggi dengan disiplin yang mumpuni untuk menghandle semua jadwal SKS yang harus diselesaikan disela-sela rutinitas pekerjaan mereka. Plus output lulusan UT ini tidak jauh berbeda dan mungkin lebih unggul dibandingkan yang kuliah reguler. Bahkan di tahun 2012 sebanyak 1628 orang sarjana lulusan UT Surabaya bahkan lulus dan ijazahnya bisa digunakan dalam sertifikasi guru (http://www.tribunnews.com/regional/2012/09/12/1.628-sarjana-ut-terima-ijazah-langsung-untuk-sertifikasi).

Kemudahan yang diberikan UT juga terlihat dari tidak perlunya mahasiswa antri di depan bagian administrasi akademik demi hanya untuk mengurusi kontrak SKS. Cukup dengan login, klik dan kontrak semua permasalah mulai dari administrasi, kontrak, nilai dan tugas langsung selesai.
Untuk lebih lanjut tentang UT, visi misi maupun cara pembelajaran bisa dilhat di www.ut.ac.id.

Masalah dalam Universitas Terbuka
Disamping banyaknya keuntungan yang ada dengan hadirnya UT, terdapat beberapa hal yang menjadi unek-unek untuk diselesaikan. yaitu:

1. Kemampuan Melek Internet

Tidak dapat dipungkiri, melek huruf, melek statistik dan melek internet masih menjadi PR besar di negara ini. Kecanggihan teknologi yang ada saat ini rupanya tidak dibarengi dengan pemerataan kemampuan untuk melek teknologi. Masih banyak orang yang asing dengan komputer, apalagi para mahasiswa "senior" yang mungkin  di zaman mereka muda dulu bahkan kalkulator masih sebesar tempat pensil. Malah yang lebih buruk kadangkala internet masih disalahgunakan sebagai ajang plagiat. Kemudahan dengan adanya bahan ajar ebook membuat mahasiswanya malas mencatat dan mengandalkan copy paste untuk merampungkan tugasnya. Sehingga saat pengumpulan tugas seperti artikel maupun sejenisnya, akan banyak pekerjaan untuk meneliti apakah tulisan tersebut betul-betul ditulis dengan kemampuan sendiri atau bukan.

2. Masih Menjamurnya Joki

Joki alias orang bayaran kala ujian ternyata kerap ditemukan sewaktu ujian berlangsung di daerah. Kelas jarak jauh yang membuat lokasi ujian pun jauh dari pantauan UT pusat. Jumlah pengawas pusat yang diutus dalam jumlah terbatas dan kelihaian penyelenggara daerah dalam ujian menjadi sebuah tantangan tersendiri agar ada pengawasan yang lebih ketat sehingga kualitas hasil ujian komperhensif memang valid, jujur dan bersih.

3. Ikatan antara Mahasiswa dan Dosen

Kedudukan dosen yang sudah berubah di mata mahasiswa begitu pula sebaliknya harus menjadi catatan penting, karena di saat tatap muka sudah tidak pernah dilakukan, dosen tak akan pernah tahu sejauh mana proses mengajarnya terserap dengan baik oleh para mahasiswanya. Begitu juga para mahasiswa, dia tidak akan pernah merasa diperhatikan oleh dosennya sejauh nilai keluar dan baik-baik saja. Sejauh ini masih sedikit mahasiswa yang memutuskan untuk mengambil tutorial dengan tatap muka bersama dosen. Nilai belajar mengajar pun bergeser sedikit demi sedikit.

Banyak hal memang yang masih menjadi tantangan dalam terselenggaranya kegiatan perkuliahan Universitas Terbuka (UT) yang sukses mencetak generasi unggul yang bertambah mulia derajatnya karena mencari ilmu bukan hanya gelar. Tentu saja kerja sama yang baik antara penyelenggara (UT), dosen dan mahasiswa sangat dibutuhkan. Harapan itu ada dan perbaikan itu niscaya. Tinggal memulainya sedikit demi sedikit dari sekarang. Overall, Universitas Terbuka tetap menjadi yang terbaik dalam memberikan solusi bagi orang mau tapi tidak mampu dari segi waktu, biaya dan usia. Terakhir, selamat ulang tahun yang ke-30 bagi Universitas Terbuka (UT) semoga tetap jaya !



"Tulisan in dibuat untuk mengikuti lomba blog dari Universitas Terbuka dalam rangka memperingati HUT Universitas Terbuka ke-30. Tulisan ini adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan"





Tidak ada komentar: